Perjuangan untuk Upah atau Perjuangan untuk Kesejahteraan?

Posted by F.SP.LEM - K.SPSI KAB.TANGERANG

Perjuangan untuk upah adalah perjuangan paling alamiah bagi setiap buruh. Semenjak belum menjadi buruh (masih melamar kerja), seseorang sudah berusaha mencari perusahaan yang mampu memberi upah pada tingkat tertentu. Dalam wawancara kerja, negosiasi juga biasanya hanya dilakukan seputar upah. Perpindahan kerja sukarela (atas kemauan buruh sendiri) juga biasanya terjadi jika ada kesempatan mendapat upah lebih tinggi di perusahaan lain. Pertimbangan-pertimbangan lain, semacam Keselamatan Kerja atau suasana kerja atau manajemen yang lebih manusiawi, biasanya tidak mendapat prioritas dalam pengambilan keputusan.


Hal ini sesungguhnya merupakan akibat langsung dari sistem perekonomian uang, sistem perekonomian yang memberhalakan komoditi (barang dagangan), seperti yang dianut Indonesia berpuluh-puluh tahun terakhir ini. Demikian kuatnya ideologi komoditifikasi (semua hal dilihat sebagai sesuatu yang bisa didagangkan) melekat pada pemikiran rakyat pekerja, sehingga hanya satu hal yang dipikirkan seorang buruh: bagaimana bisa mendapat uang lebih banyak. Uang dianggap sama dengan kesejahteraan. Dengan begitu, jika seorang buruh menuntut upah yang lebih tinggi, ia beranggapan dirinya sedang memperjuangkan kesejahteraannya.

Padahal, tidak demikian halnya. Kesejahteraan seseorang tidaklah ditentukan semata oleh berapa banyak uang yang dimilikinya, atau berapa banyak barang yang dikumpulkannya dengan pertolongan uang itu. Kesejahteraan ditentukan pula oleh faktor psikis dan metal-spiritual, ketenangan jiwa, diakuinya harkat dan martabat seseorang dalam masyarakat, kesempatan untuk ada di samping anak-anak dalam masa perkembangannya, kesempatan untuk mengerjakan hal-hal yang merupakan hobi, dll. Pendeknya, kesejahteraan datang dari kesempatan untuk menikmati hidup dan dihargainya seseorang sebagai manusia.

Dan, kesempatan untuk menikmati hidup tidak akan datang sekalipun kita mendapatkan upah tinggi, jika upah besar itu kita dapat dengan terus-menerus bekerja lembur. Seorang ibu pasti tahu bahwa memanjakan anak dengan uang tidak akan membuat anak bahagia, bisa-bisa malah terjebak pada minuman dan obat-obat terlarang.

Pada titik inilah kita melihat kelemahan utama dari perjuangan untuk Upah Layak – yakni kenyataan bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan TIDAK DAPAT DIBELI DENGAN UANG. Artinya bukan kita tidak boleh berjuang untuk peningkatan upah, atau membuat perjuangan untuk upah menjadi sia-sia. Perjuangan untuk mendapatkan upah layak adalah TAHAPAN PERTAMA dari perjuangan untuk memperoleh kesejahteraan.

Banyak dari apa yang bisa membuat kita sejahtera hanya dapat diperoleh dengan pengaturan masyarakat yang baik. Penyediaan ruang terbuka untuk rekreasi gratis bersama keluarga, misalnya, tidak akan pernah terjadi jika pemerintah mengabdi pada modal asing dan terus-menerus membujuk para pengusaha agar membuka pabrik dan perkantoran di mana-mana. Penyediaan sarana pembuangan sampah yang baik tidak akan pernah terwujud jika tukang sampah masih menjadi profesi yang rendah statusnya di tengah masyarakat. Pelacuran dan pornografi masih akan terus terjadi selama masyarakat masih beranggapan bahwa perempuan adalah objek seksual dan barang dagangan. Singkatnya, tanpa sebuah sistem masyarakat yang menempatkan kesejahteraan masyarakat sebagai prioritas, kita tidak akan pernah memperoleh kesejahteraan.

Untuk dapat memperoleh kesejahteraan, kita harus memiliki pemerintah yang bersedia menyediakan sarana dan prasarana kesejahteraan publik secara terjangkau. Misalnya saja, sarana transportasi massal yang murah, aman dan nyaman agar kita tidak terserang stress ketika pergi bekerja. Pemerintah itu juga harus menyediakan sarana hiburan rakyat yang sehat dan mendidik seperti taman dan musium. Pemukiman rakyat miskin harus ditata agar sehat dan nyaman ditinggali sekalipun sederhana. Sarana air bersih dan kesehatan harus tersedia gratis sampai ke pelosok-pelosok. Kesetaraan derajat laki-laki dan perempuan harus terus dikumandangkan dan dibela sampai ke pelosok-pelosok.

Pemerintahan neoliberal SBY-Kalla tidak akan pernah menyediakan hal-hal ini karena, bagi mereka, anggaran publik adalah pemborosan. Bahkan mereka berani melanggar UUD. Kita tahu bahwa dalam teks UUD yang telah diperbarui ada tercantum ketentuan anggaran pendidikan sedikitnya 20% dari APBN. Dengan berbagai alasan, pemerintah masih mungkir dari kewajibannya memenuhi Undang-undang Dasar. Partai-partai politik lainnya juga belum nampak memiliki garis program yang jelas ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Beberapa partai politik malah tegas-tegas memilih untuk mengajak rakyat berdoa saja, mengharap kesejahteraan di surga tanpa upaya memperbaiki kesejahteraan umat manusia di dunia.

Gerakan buruh Indonesia sudah mulai bersepakat untuk bekerja memperbaiki tingkat upah, agar dapat hidup layak. Sebagai pelopor, kita tahu bahwa ini adalah sinyal, tanda bahwa kita harus sudah melangkah lebih maju dari sekedar perjuangan upah. Tugas sebagai pelopor menuntut kita untuk selalu berada selangkah di depan massa. Jika massa sudah bekerja untuk mendapat A, kita sudah harus mulai mengkampanyekan B. Jika massa melangkah maju dan mulai memperjuangkan B, kita sudah mulai harus mengingatkan tentang pentingnya C, dan seterusnya. Tugas kita sebagai pelopor baru menjadi paripurna ketika gerakan buruh dan massa rakyat pekerja pada umumnya sudah mulai bekerja bagi terwujudnya sosialisme.

Jadi, tugas kita sekarang memang memberikan dukungan sepenuhnya pada perjuangan gerakan buruh untuk mendapat Upah Layak Nasional. Tapi, kita sudah mulai harus memperingatkan gerakan buruh bahwa Upah Layak saja tidak cukup. Masih ada hal-hal lain yang harus dilakukan berkaitan dengan peningkatan KESEJAHTERAAN.

Kita harus mengingatkan tanpa kenal lelah bahwa – jika perjuangan upah ini berhasil – peningkatan upah tidak boleh dipakai untuk membeli tivi baru, atau compo baru, atau HP baru. Hasil peningkatan upah ini harus dipakai untuk lebih banyak membeli terbitan serikat, meningkatkan jumlah iuran bagi serikat, untuk ongkos mengorganisir dan menyelenggarakan diskusi, dll. Pendeknya, hasil peningkatan upah ini harus dikumpulkan lagi dan diputar dalam sebuah investasi maha penting: membiayai perjuangan untuk kesejahteraan.

Dalam konteks inilah pekik perang “Buruh Berkuasa, Rakyat Sejahtera!” harus diletakkan. Kita harus menjelaskan apa itu kekuasaan, dan apa hubungan kekuasaan dengan kesejahteraan. Dan, terutama, mengapa hanya jika buruh berkuasa rakyat akan sejahtera. Mari mulai mendiskusikan, apa yang akan kita lakukan jika kita berkuasa dan tindakan-tindakan apa yang dibutuhkan agar rakyat pekerja mencapai kesejahteraannya. Waktunya telah tiba untuk melangkah lagi lebih maju dari hari kemarin.

Perjuangan untuk mendapatkan Upah Layak harus diletakkan dalam konteks kekuasaan dan kesejahteraan rakyat pekerja. Bila tidak demikian, perjuangan untuk upah hanya akan menghasilkan kelas pekerja yang semakin tenggelam dalam dominasi ideologi uang, ideologinya kelas pengusaha.


This entry was posted at 11.28 . You can follow any responses to this entry through the comments feed .

0 komentar

Posting Komentar

Daftar Posting F-SP.LEM Kab.Tangerang